Cerita pertama: Ada kejadian pembunuhan yang terjadi pada jumat malam pukul 1 dinihari disebuah perumahan padat penduduk, dalam tempo 20 menit setelah pelaporan tempat itu dipenuhi oleh belasan petugas kepolisian untuk mengamankan lokasi dari sebuan masyarakat yang ingin mendekat sehingga dapat merusak TKP dan hilangnya barang bukti. Lalu 5 menit kemudian petugas identifikasi tiba untuk melakukan investigasi terhadap sang korban. Dan 15 menit kemudian datanglah koroner untuk mengambil korban pembunuhan setelah usai diperiksa oleh petugas identifikasi pembunuhan. Dalam lokasi pembunuhan tersebut dibentangkan pita polisi dengan jarak 100m dari lokasi kejadian hal ini dilakukan untuk mencegah hancurnya tempat kejadian yang memungkinkan hilangnya barang bukti maupun jejak tersangka dari lokasi pembunuhan. Dalam tempat kejadian hanya 8 petugas identifikasi yang mengerjakan proses tersebut, sedangkan petugas yang lain berjaga-jaga dan mencari informasi terhadap saksi mata dan mensterilkan lokasi kejadian untuk mencegah masuknya wartawan untuk mengambil gambar pada korban dan merusak lokasi kejadian. Jadi hanya pada jarak 100m masyarakat dapat melihat lokasi kejadian. Tanpa melihat bagaimana, posisi apa korban dibunuh. 8 petugas identifikasi berusaha keras untuk mencari petunjuk pembunuhan. Dengan memakai sarung tangan steril, lampu ultra violet, dan serbuk khusus yang digunakan untuk mencari sidik jari, mereka menyisir lokasi dengan teliti. Yang kemudian akan dilaporkan kepada pimpinan mereka tentang hasil yang mereka temukan pada lokasi kejadian untuk diolah kepada petugas yang memburu tersangka pembunuhan hingga tertangkap. Lalu petugas koroner membungkus korban dengan kantong mayat untuk dibawa kerumah sakit kepolisian untuk divisum sehingga dapat diketahui penyebab kematian, jam berapa korban meninggal, dan sebagainya.
Cerita kedua: Pada pukul 9 malam, dua orang petugas sedang berpatroli untuk melihat keadaan lingkungan yang mereka jaga. Lalu mereka mendapat panggilan radio yang memberitakan:
Radio: “untuk unit yang sedang berpatroli di daerah sekitar pondok bambu. Telah terjadi perampokan di jln xx no.xx, 2 tersangka mengendarai mobil taruna berwarna hitam tahun 2004 bernomor B 1151 NG yang membawa barang hasil kejahatan melarikan diri ke arah pondok kopi dengan kecepatan tinggi”
Petugas: “disini patko 12-11, kami sedang dalam pengejaran terhadap tersangka perampokan yang sedang diumumkan”
Singkat cerita petugas ini meminta bantuan kepada sesama petugas yang lain untuk membantu pengejaran. Lalu sewaktu mobil tersangka dipepet dan dalam keadaan terdesak tersangka melarikan diri ke pemukiman penduduk. Satu tersangka lagi langsung tertangkap oleh petugas yang mengejarnya. Petugas yang mengejar tersangka yang melarikan diri berlari lebih cepat dan gesit dari pada penjahatnya tersebut. Lalu dalam tempo 10 menit dengan pengejaran berlari petugas itu mampu menangkap tersangka perampokan tanpa harus mengeluarkan tembakan peringatan maupun tembakan yang merugikan tersangka tersebut yang selanjutnya diproses sesuai dengan kejahatan yang dilakukan oleh penjahat tersebut. Kalau dihitung waktunya jarak pelaporan korban kepada kantor polisi hanya berlangsung 5 menit yang kemudian diteruskan lewat radio kepolisian hingga diterima oleh petugas yang mengejar hanya 1 menit sejak pemberitaan kaburnya penjahat. Kemudian hingga dalam tahap pengejaran maupun penangkapan yang mungkin bisa berlangsung ± 1 atau 3 jam. Ada kemungkinan total waktu yang digunakan ± 2 s/d 3 jam tergantung waktu penangkapan tersangka.
PERHATIAN CERITA INI HANYA KARANGAN DAN REKAAN FIKTIF BELAKA, WAKTU KEJADIAN MAUPUN SEGALA TOKOH YANG ADA DI DALAM HANYALAH KHAYALAN SEMATA. APABILA ADA KESAMAAN CERITA MAUPUN KEJADIAN INI HANYA KEBETULAN BELAKA.
Dalam kisah diatas kita dapat melihat seberapa cepat laporan yang diterima dari masyarakat kepada petugas kepolisian, termasuk juga hal penanganan TKP yang bersih dan steril. Akan tetapi hal ini bertolak belakang dengan kepolisian kita. Misalnya saja dari jarak kejadian, pelaporan, hingga tiba ditempat kejadian terbentang waktu hampir ± 1 jam, yang sudah jelas lokasi kejadian telah dipenuhi masyarakat sehingga dapat dikatakan merusak lokasi TKP tersebut. Lalu kemudian setelah TKP telah dipenuhi oleh polisi dan ahli olah TKP dan masuk juga wartawan entah apa yang mau difoto, jelas-jelas telah merusak TKP dengan jejak kaki, tangan, tanpa memakai sarung tangan. Entah apa yang membuat para polisi membiarkan wartawan masuk kedalam TKP, apa mau masuk tv? Lalu polisi yang tidak ahli dalam pengolahan TKP “main” periksa barang bukti, tempat kejadian tanpa memakai sarung tangan steril. Sedangkan korban hanya ditutupi oleh kain lalu dibawa keambulan untuk divisum dirumah sakit pemerintah bukanya rumah sakit kepolisian. Satu yang pasti polisi kita dalam tempo 1 atau 5 jam akan mendapatkan tersangka pembunuhan secara cepat. Bukankah hal itu ajaib dalam tempo yang singkat sudah mampu menangkap tersangka. Andai saja kepolisian kita masuk Guinness Book Of Record untuk hal penangkapan tersangka tercepat didunia. Dalam hal ini saya bangga kalau polisi kita bisa masuk Guinness Book Of Record, akan tetapi saya tidak bangga kalau polisi kita menahan orang yang mungkin tidak ada hubungannya dengan kasus yang ada. Entahlah yang mereka tangkap bersalah atau tidak yang pasti telah tertangkap. Dalam lokasi TKP mampu dimasuki hingga 15 petugas entah apa yang mereka kerjakan disana? Terkadang kalau dilihat dilayar kaca masak lagi bertugas boleh merokok dan makan seenaknya. Duh kapan ya bisa memiliki polisi yang professional seperti negara-negara lainnya? Kalau mau bandingkan polisi kita biarpun gajinya kecil tapi “tabungan” diperut banyak banget tidak seperti diluar negeri. Seperti badan kekar, penuh disiplin dan tegap. Saya bukannya melecehkan kepolisian kita, akan tetapi saya ingin yang terbaik buat kepolisian kita. Saya mencoba memberikan usul kepada petinggi polisi, siapa tahu saja dapat membantu. Beberapa usul saya:
1. Tingkatkan profesionalisme petugas dengan banyak latihan, sehingga mampu mengatasi masalah yang ada tanpa memihak individu manapun baik kaya maupun miskin.
2. Naikkanlah gaji para petugas, sehingga kualitas petugas dapat terjaga dengan baik dan tetap bersikap professional. Jangan gaji atasannya yang tinggi gaji anak buah juga harus lumayan. Masalah gaji memang sensitive akan tetapi hal ini akan memicu kearah yang lebih baik lagi.
3. Pembaharuan sistem penerimaan dan seleksi yang jujur. Seperti adanya test psikologi baik sebelum menjadi polisi maupun sesudah untuk mengetahui sifat para polisi tersebut. Sekarang aja para polisi muda terkadang seperti preman yang mudah meledak kapan saja. Hal ini tentu saja tidak boleh dibiarkan donk.
4. Adanya ahli kejiwaan maupun psikolog untuk polisi yang sedang dirudung masalah. Hal ini mungkin sepele akan tetapi ini baik untuk si petugas tersebut, ia akan mampu mengatasi masalah yang ia hadapi dengan bercerita kepada professional sehingga dapat mencari jalan keluar yang tepat buat dia. Ex: seorang polisi bunuh diri gara-gara masalah keluarga. Sangat disayangkan seorang petugas mati sia-sia untuk masalah yang mungkin dapat diatasi dengan jalan damai tanpa harus mati bunuh diri.
5. Menggantikan senjata para polisi yang sudah tidak layak dengan senjata standar yang lebih canggih lagi. Seperti penggantian revolver dengan FN atapun Baretta.
Disediakan tempat khusus untuk berolah raga baik fitness maupun menembak kepada para petugas, sehingga tetap fit dan sehat, syukur-syukur berbadan kekar seperti yang polisi luar negeri contohnya Thailand.
6.Diperbanyak kendaraan patroli supaya mereka mampu dan lebih sigap, cepat untuk sampai ke tempat kejadian dengan cepat. Kalau perlu gaji jendral-jendral jangan terlalu besar dulu. Ibaratnya kalau anak sehat bapaknya pasti sehat.